Selama ribuan tahun, manusia merasa mual di atas kapal. Orang-orang sudah lama merasakan perut mereka keroncongan dan kemudian bersandar ke sisi kapal dengan harapan perasaan itu bisa berlalu.
Hippocrates menulis tentang gerak penyakit lebih dari 2.000 tahun yang lalu, dan kata “mual” berasal dari kata Yunani naus, yang berarti “kapal.”
Para ilmuwan kini memahami apa yang menyebabkan mabuk perjalanan dan bagaimana cara mencegahnya. Dan penelitian menemukan bahwa itu adalah sesuatu hampir semua orang harus bertahan pada satu titik dalam hidup mereka.
Apa Itu Mabuk Perjalanan?
Para ilmuwan saat ini menjelaskan mabuk perjalanan melalui konflik sensorik dan hipotesis ketidaksesuaian saraf pertama kali diusulkan pada tahun 1970an. Hipotesis konflik sensorik adalah penjelasan yang paling diterima secara luas tentang mengapa orang bisa merasa mual saat bepergian dengan perahu, mobil, atau pesawat.
Ini juga digunakan untuk menjelaskan mengapa beberapa pengalaman realitas virtual dapat membuat pemain merasa muntah. (Meskipun teorinya diterima, para ahli terkadang perdebatan nama.)
Baca selengkapnya: Kondisi Kontroversial Gangguan Pemrosesan Sensorik
Apa Penyebab Mabuk Perjalanan?
Hipotesis konflik sensorik menyatakan mabuk perjalanan terjadi ketika ada konflik antara apa yang dideteksi oleh telinga bagian dalam seseorang dan apa yang diproses secara visual oleh matanya. Di kapal berbatu atau pesawat yang bergejolak, telinga bagian dalam merasakan gerakan. Namun, bidang pandang orang tersebut mungkin tampak stabil.
Bagian dalam telinga
Seseorang yang duduk di kursi belakang mobil, misalnya, mungkin merasakan belokan yang dilakukan mobil. Tapi sandaran kepala yang mereka lihat di depan mereka tidak bergerak. Hasilnya adalah “keganjilan persepsi” antara telinga bagian dalam dan proses visual.
Hormon Stres
Sebagai responsnya, otak memproduksi hormon terkait stres, yang dapat menyebabkan seseorang merasa pusing atau mual. Sebuah jurnal menggambarkan gejala-gejala tersebut melibatkan “kesadaran perut”, yang mungkin merupakan cara yang menyenangkan untuk menyebut mual dan muntah. Gejala lain berupa pucat, berkeringat, dan mengeluarkan air liur.
Baca selengkapnya: Biologi Stres di Tubuh Anda
Apakah Semua Orang Mengalami Mabuk Perjalanan?
Hampir setiap orang pernah mengalami mabuk perjalanan pada suatu saat dalam hidupnya. Namun, penelitian menemukan bahwa beberapa orang lebih rentan.
Apa Gejala Mabuk Perjalanan?
Dalam sebuah studi tahun 2020 di dalam Penelitian Transportasi, peneliti meminta lebih dari 4.400 orang di Brasil, Tiongkok, Jerman, Inggris, dan Amerika Serikat untuk melakukan survei online mengenai perilaku perjalanan dan mabuk perjalanan mereka.
Para peneliti mendefinisikan mabuk perjalanan sebagai perasaan sakit yang muncul akibat segala jenis perjalanan (termasuk roller coaster) dan menimbulkan berbagai gejala, termasuk kelelahan, pusing, dan muntah.
Waktu munculnya gejala mabuk perjalanan bervariasi berdasarkan pemicunya. Aktivitas seperti membaca, knalpot, atau bau rokok biasanya menimbulkan gejala dalam waktu sekitar 10 menit, sedangkan mabuk perjalanan akibat dinamika berkendara memiliki waktu timbulnya sedikit lebih lama, dengan rata-rata 15 menit.
(Kredit:Nicoleta Ionescu/Shutterstock)
Mengapa Saya Terkena Mabuk Perjalanan?
Inilah yang diidentifikasi oleh para peneliti dari penelitian tersebut sebagai alasan paling umum untuk mabuk perjalanan:
Orang yang lebih muda dan perempuan lebih rentan terhadap mabuk perjalanan dibandingkan orang yang lebih tua dan laki-laki.
Pengemudi lebih kecil kemungkinannya mengalami mabuk perjalanan dibandingkan penumpang.
Orang yang fokus pada layar, seperti ponsel pintar, lebih cenderung melaporkan rasa mabuk perjalanan.
Mabuk perjalanan sering dilaporkan terjadi di kapal (62 persen), di kursi belakang mobil (46 persen), di bus (40 persen), dan kadang-kadang di pesawat terbang (sekitar 33 persen). Hal ini lebih jarang terjadi di kereta bawah tanah (kurang dari sepertiga).
Peserta mengidentifikasi beberapa pemicu mabuk perjalanan, antara lain jalan yang sering berbelok (72 persen), bau rokok atau knalpot (71 persen), dan jalan berkelok (70,5 persen).
Sekitar 57 persen orang mengaitkan mabuk perjalanan yang mereka alami dengan kondisi lalu lintas yang macet.
Lebih dari separuh peserta mengakui bahwa aktivitas mereka sendiri berkontribusi terhadap mabuk perjalanan mereka. Hal ini mencakup membaca (67 persen), menulis (59,4 persen), penggunaan perangkat (61,7 persen), dan menonton video (58 persen).
Baca selengkapnya: Ilmu Migrain
Cara Menghentikan Mabuk Perjalanan
(Kredit:Estrada Anton/Shutterstock)
Cara paling efektif untuk mencegah mabuk perjalanan adalah dengan menghindari situasi yang menimbulkan ketidaksesuaian persepsi. Disarankan bagi wisatawan untuk menahan diri membaca di dalam mobil atau menikmati video kucing di bus. Sebaliknya, fokuslah pada cakrawala atau pandang ke luar jendela, biarkan indra Anda menyelaraskan dan mengurangi konflik antara telinga dan mata.
-
Pengobatan Tanpa Obat
Bagi individu yang rentan terhadap mabuk perjalanan, obat antimual yang dijual bebas seperti diphenhydramine (Benadryl) atau dimenhydrinate (Dramamine) menawarkan solusi untuk mencegah perasaan pusing tersebut. Biasanya, obat-obatan ini harus diminum satu jam sebelum memulai perjalanan Anda. Ingatlah untuk tetap tinggal terhidrasi dengan baikkarena obat-obatan ini dapat menimbulkan efek dehidrasi, jadi sebaiknya Anda mengemas air.
Untuk meredakan kecemasan terkait mabuk perjalanan, sebaiknya wisatawan membawa tas muntah yang nyaman. Memiliki satu yang tersedia dapat memberikan ketenangan pikiran jika terjadi mual.
Wisatawan juga harus mewaspadai bau tertentu yang dapat memperburuk rasa mual. Di kapal, misalnya, bau menyengat seperti ikan yang menyengat atau asap solar dapat memperparah rasa mual. Sebaiknya hindari berdiri di dekat motor untuk mengurangi reaksi tubuh Anda.
Bagi sebagian orang, satu-satunya cara untuk meredakan mabuk perjalanan adalah dengan turun dari perahu atau pesawat. Untungnya, dalam banyak kasus, mabuk perjalanan cenderung hilang dalam waktu 12 hingga 24 jam.
Baca selengkapnya: Apa Itu Tinnitus: Penyebab, Akibat, dan Hubungan Otak